Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Obat dalam Tubuh
Ini adalah tulisan saya waktu masih S1, sebenarnya sih dapat tugas dari pak dosen. Daripada berlumut di laptop ada baiknya saya share di sini.. hehehe..
1. Sifat fisiko-kimia bahan obat
Umumnya, kecepatan
larut bahan aktif (misalnya dalam saluran cerna atau dalam tempat
intramuskular) menentukan laju absorpsi yang juga berkaitan dengan konsentrasi
obat dalam tubuh. Ini ditentukan selain oleh sifat-sifat senyawa (misalnya
bentuk kristal, besarnya partikel, solvatasi), ditentukan juga oleh sifat
sediaan obat (antara lain bahan pembantu yang digunakan, bahan penyalut). Pada
senyawa yang sukar larut, kadang-kadang waktu yang disediakan untuk diabsorbsi
tidak cukup untuk melarutkan sempurna jumlah zat yang diberikan. Walaupun
demikian melalui pengecilan yang kuat (mikronisasi) dan dengan demikian
memperbesar permukaan jenis, dapat dicapai peningkatkan kecepatan melarut. Senyawa
yang sangat lipofil seperti Vitamin A, yang praktis tidak larut dalam air,
mula-mula harus dilarutkan sebelum diabsorpsi dalam organisme. Suatu pelarutan
demikian dapat terjadi dalam usus halus, khususnya dengan bantuan garam-garam
asam empedu. Senyawa yang sangat lipofil dapat diabsorpsi juga bersama dengan
lipid (misalnya kolesterol) sebagai kilomikron ke dalam sistem limfe. Di sini
terlibat juga garam-garam asam empedu yang aktif pada permukaan.
Ukuran molekul
yang sangat kecil (seperti urea) dan in-ion kecil (seperti ion Na+, K+,
dan Li+) bergerak melewati membran secara cepat, seolah-olah membran
itu memiliki pori. Sebaliknya, makromolekul yang sangat besar (seperti protein)
tidak melewati membran sel atau melewati namun dalam jumlah yang sangat kecil.
Obat-obat yang terikat kuat dengan protein bersifat sebagai makromolekul dan
tidak melewati membran sel. Fenomena seperti ini sering terjadi apabila obat
terikat protein plasma.
2. Perjalanan obat lewat membran sel
Agar suatu obat
dapat mencapai kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati
berbagai membran sel. Pada umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang
bertindak sebagai membran lipid semipermeabel. Perjalanan suatu obat melewati
membran sel sangat dipengaruhi oleh sifat fisiko kimia seperti yang telah disebutkan
di atas yaitu kelarutan molekul obat dalam lipid.
3. Ikatan protein
Sesuai dengan
struktur kimia protein, pada ikatan protein dapat terlibat ikatan ion, ikatan
jembatan hidrogen, dan ikatan dipol-dipol serta interaksi hidrofob. Kemungkinan
terjadinya ikatan yang berbeda-beda menjelaskan juga mengapa senyawa yang amat
beragam dapat diikat pada protein. Kecuali ikatan pada reseptor, ikatan pada
protein relatif tidak khas untuk senyawa-senyawa yang asing bagi tubuh,
walaupun begitu, ikatan ini terjadi terutama pada tempat ikatan dengan afinitas
tinggi yang jumlahnya relatif kecil.
Ikatan protein
mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja, dan eliminasi bahan obat sebagai
berikut. Bagian obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan
umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Tanpa memperhatikan
kekecualian, ini berarti bahwa hanya bentuk bebas yang mencapai tempat kerja
yang sesungguhnya dan karena itu dapat berkhasiat.
Di pihak lain,
bagian yang terikat merupakan bentuk cadangan yang tak aktif. Pada penurunan
konsentrasi bentuk bebas (misalnya akibat biotransformasi dan eliminasi),
molekul obat dibebaskan dari cadangan ini untuk mengatur kembali kesetimbangan.
Apabila dalam darah terdapat beberapa obat pada waktu yang bersamaan, maka
terdapat kemungkinan persaingan terhadap tempat ikatan dan dengan demikian
sebaliknya terjadi pengaruh terhadap intensitas kerja dan lama kerja, terutama
jika besarnya bagian yang terikat > 80%.
4. Aliran (perfusi) darah dari saluran cerna
Aliran darah ke
saluran cerna merupakan hal yang penting untuk membawa obat ke sirkulasi
sistemik dan kemudian ke tempat kerja. Daerah usus diperfusi oleh
pembuluh-pembuluh darah mesenteriks. Obat dilepaskan ke dalam hati melalui vena
porta hepatik dan kemudian ke sirkulasi umum atau sirkulasi sistemik. Berbagai
penurunan aliran darah mesentrika, seperti pada kegagalan jantung kongestif,
akan menurunkan laju pemindahan obat dari saluran usus dan oleh karena itu,
menurunkan laju bioavailabilitas obat serta konsentrasinya.
5. Pengaruh usia
Pengaruh usia yang
paling menonjol adalah pada bayi yang baru lahir dan orang lanjut usia. Pada
bayi yang baru lahir dan terutama pada bayi prematur, kelengkapan beberapa
enzim yang terlibat dalam biotransformasi masih tidak mencukupi. Hal ini
menyebabkan konsentrasi obat terganggu. Misalnya glukuronil transferase baru
dibentuk pada saat kelahiran, karena itu bayi baru lahir kemampuannya masih
terbatas terhadap reaksi glukuronidasi. Sebaiknya pada anak-anak usia 1-8
tahun, laju biotransformasi lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Hal ini
mungkin, sekurang-kurangnya sebagian, karena pada anak-anak perbandingan bobot
hati terhadap bobot badan lebih besar. Pada umur lanjut, reaksi-reaksi yang
bergantung pada sitokrom P-450 sering berlangsung lebih lambat, sedangkan laju
reduksi atau reaksi-reaksi fase II tidak berubah. Pada usia lanjut, terjadi
penurunan laju metabolisme turunan benzodiazepin klordiazepoksida dan diazepam
atau antiaritmia kuinidin yang dibiotransformasi secara oksidasi. Reduksi
nitrazepam sebaliknya tidak diperlambat. Selanjutnya pada orang lanjut usia, pasokan
darah ke hati berkurang dan karena itu laju biotransformasi berkurang dan
mempengaruhi konsentrasi obat.
Pengaruh
first-pass-effect yang lebih rendah pada orang lanjut usia misalnya pada
propanolol. Pada usia lanjut, ikatan protein juga menurun akibat berkurangnya
konsentrasi albumin plasma. Dengan demikian, bagian bahan obat bebas meningkat
dan laju biotransformasi dapat naik, konsentrasi obat pun naik.
0 comments:
Post a Comment