Saturday, July 26, 2014

Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Obat dalam Tubuh

Ini adalah tulisan saya waktu masih S1, sebenarnya sih dapat tugas dari pak dosen. Daripada berlumut di laptop ada baiknya saya share di sini.. hehehe..

1.    Sifat fisiko-kimia bahan obat

Umumnya, kecepatan larut bahan aktif (misalnya dalam saluran cerna atau dalam tempat intramuskular) menentukan laju absorpsi yang juga berkaitan dengan konsentrasi obat dalam tubuh. Ini ditentukan selain oleh sifat-sifat senyawa (misalnya bentuk kristal, besarnya partikel, solvatasi), ditentukan juga oleh sifat sediaan obat (antara lain bahan pembantu yang digunakan, bahan penyalut). Pada senyawa yang sukar larut, kadang-kadang waktu yang disediakan untuk diabsorbsi tidak cukup untuk melarutkan sempurna jumlah zat yang diberikan. Walaupun demikian melalui pengecilan yang kuat (mikronisasi) dan dengan demikian memperbesar permukaan jenis, dapat dicapai peningkatkan kecepatan melarut. Senyawa yang sangat lipofil seperti Vitamin A, yang praktis tidak larut dalam air, mula-mula harus dilarutkan sebelum diabsorpsi dalam organisme. Suatu pelarutan demikian dapat terjadi dalam usus halus, khususnya dengan bantuan garam-garam asam empedu. Senyawa yang sangat lipofil dapat diabsorpsi juga bersama dengan lipid (misalnya kolesterol) sebagai kilomikron ke dalam sistem limfe. Di sini terlibat juga garam-garam asam empedu yang aktif pada permukaan.
Ukuran molekul yang sangat kecil (seperti urea) dan in-ion kecil (seperti ion Na+, K+, dan Li+) bergerak melewati membran secara cepat, seolah-olah membran itu memiliki pori. Sebaliknya, makromolekul yang sangat besar (seperti protein) tidak melewati membran sel atau melewati namun dalam jumlah yang sangat kecil. Obat-obat yang terikat kuat dengan protein bersifat sebagai makromolekul dan tidak melewati membran sel. Fenomena seperti ini sering terjadi apabila obat terikat protein plasma.

2.    Perjalanan obat lewat membran sel

Agar suatu obat dapat mencapai kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel. Perjalanan suatu obat melewati membran sel sangat dipengaruhi oleh sifat fisiko kimia seperti yang telah disebutkan di atas yaitu kelarutan molekul obat dalam lipid.

3.    Ikatan protein


Sesuai dengan struktur kimia protein, pada ikatan protein dapat terlibat ikatan ion, ikatan jembatan hidrogen, dan ikatan dipol-dipol serta interaksi hidrofob. Kemungkinan terjadinya ikatan yang berbeda-beda menjelaskan juga mengapa senyawa yang amat beragam dapat diikat pada protein. Kecuali ikatan pada reseptor, ikatan pada protein relatif tidak khas untuk senyawa-senyawa yang asing bagi tubuh, walaupun begitu, ikatan ini terjadi terutama pada tempat ikatan dengan afinitas tinggi yang jumlahnya relatif kecil.
Ikatan protein mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja, dan eliminasi bahan obat sebagai berikut. Bagian obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Tanpa memperhatikan kekecualian, ini berarti bahwa hanya bentuk bebas yang mencapai tempat kerja yang sesungguhnya dan karena itu dapat berkhasiat.
Di pihak lain, bagian yang terikat merupakan bentuk cadangan yang tak aktif. Pada penurunan konsentrasi bentuk bebas (misalnya akibat biotransformasi dan eliminasi), molekul obat dibebaskan dari cadangan ini untuk mengatur kembali kesetimbangan. Apabila dalam darah terdapat beberapa obat pada waktu yang bersamaan, maka terdapat kemungkinan persaingan terhadap tempat ikatan dan dengan demikian sebaliknya terjadi pengaruh terhadap intensitas kerja dan lama kerja, terutama jika besarnya bagian yang terikat > 80%.

4.    Aliran (perfusi) darah dari saluran cerna

Aliran darah ke saluran cerna merupakan hal yang penting untuk membawa obat ke sirkulasi sistemik dan kemudian ke tempat kerja. Daerah usus diperfusi oleh pembuluh-pembuluh darah mesenteriks. Obat dilepaskan ke dalam hati melalui vena porta hepatik dan kemudian ke sirkulasi umum atau sirkulasi sistemik. Berbagai penurunan aliran darah mesentrika, seperti pada kegagalan jantung kongestif, akan menurunkan laju pemindahan obat dari saluran usus dan oleh karena itu, menurunkan laju bioavailabilitas obat serta konsentrasinya.

5.    Pengaruh usia

Pengaruh usia yang paling menonjol adalah pada bayi yang baru lahir dan orang lanjut usia. Pada bayi yang baru lahir dan terutama pada bayi prematur, kelengkapan beberapa enzim yang terlibat dalam biotransformasi masih tidak mencukupi. Hal ini menyebabkan konsentrasi obat terganggu. Misalnya glukuronil transferase baru dibentuk pada saat kelahiran, karena itu bayi baru lahir kemampuannya masih terbatas terhadap reaksi glukuronidasi. Sebaiknya pada anak-anak usia 1-8 tahun, laju biotransformasi lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Hal ini mungkin, sekurang-kurangnya sebagian, karena pada anak-anak perbandingan bobot hati terhadap bobot badan lebih besar. Pada umur lanjut, reaksi-reaksi yang bergantung pada sitokrom P-450 sering berlangsung lebih lambat, sedangkan laju reduksi atau reaksi-reaksi fase II tidak berubah. Pada usia lanjut, terjadi penurunan laju metabolisme turunan benzodiazepin klordiazepoksida dan diazepam atau antiaritmia kuinidin yang dibiotransformasi secara oksidasi. Reduksi nitrazepam sebaliknya tidak diperlambat. Selanjutnya pada orang lanjut usia, pasokan darah ke hati berkurang dan karena itu laju biotransformasi berkurang dan mempengaruhi konsentrasi obat.
Pengaruh first-pass-effect yang lebih rendah pada orang lanjut usia misalnya pada propanolol. Pada usia lanjut, ikatan protein juga menurun akibat berkurangnya konsentrasi albumin plasma. Dengan demikian, bagian bahan obat bebas meningkat dan laju biotransformasi dapat naik, konsentrasi obat pun naik. 

0 comments:

Post a Comment